pengungsi korban gempa sulteng |
PALU – Penanganan korban bencana gempa bumi
disertai tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong,
Sulawesi Tengah (Sulteng), saat ini memasuki fase transisi darurat menuju
pemulihan. Fase ini berlangsung selama 60 hari, sejak tanggal 25 Oktober hingga
26 Desember 2018.
Dalam fase ini, salah satu prioritas penting yang tengah
dilakukan adalah mendata kembali jumlah riil pengungsi, serta siapa saja korban
yang berhak mendapatkan hunian sementara (huntara).
Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPRD Sulteng Muhammad Masykur
mengatakan, data para pengungsi hingga sebulan pascagempa masih banyak yang
belum akurat.
“Data yang dirilis resmi melalui BNPB (Badan Nasional
Penanggulangan Bencana) masih harus divalidasi kembali, mengingat para
pengungsi tersebar di berbagai tempat, apakah mereka semua sudah terdata dengan
baik?,” kata Masykur kepada SP, Rabu (31/10) di Palu.
Dia menyebutkan, terkait bencana dasyat tersebut, ada tiga
sebab warga harus mengungsi. Pertama, warga mengungsi karena lokasi
pemukimannya di sepanjang pesisir pantai ludes disapu gelombang tsunami.
Wilayah yang tersapu tsunami itu yakni di sepanjang pantai Teluk Palu dan
pantai barat Kabupaten Donggala mulai dari Kecamatan Tanantovea, Labuan,
Sindue, Sindue Tombusabora, Sindue Tobata, Sirenja, dan Banawa.
Kedua, warga mengungsi dikarenakan rumah-rumah mereka luluh
lantak dihantam likuefaksi. Seperti yang terjadi di Kelurahan Petobo dan
Balaroa Kota Palu, serta Desa Jono Oge dan perbatasan antara Desa Sibalaya
Utara dan Sibalaya Selatan, Kabupaten Sigi.
Ketiga, warga mengungsi karena rumah hunian mereka porak
poranda disebabkan gempa bumi. Khusus yang ini, kata Masykur, memiliki dampak
luar biasa karena hampir seluruh pemukiman warga di Palu, Sigi, Donggala, dan
Parigi Moutong mengalami rusak parah sampai di wilayah pelosok desa terjauh
terpapar gempa.
“Ketiga penyebab tersebut juga memengaruhi karakter dan
model pengungsian di lapangan,” kata mantan aktifis hak asasi manusia (HAM) di
Sulteng ini.
Menurutnya, warga korban likuefaksi cenderung berkumpul di
satu lokasi pengungsian dalam konsentrasi jumlah yang besar. “Ini lokasinya
mudah dilacak,” katanya.
Sementara warga mengungsi akibat lokasi pemukimannya
terdampak tsunami, mereka tersebar di banyak titik. Seperti di Palu dan
Donggala, warga mengungsi di masing-masing desa yang lokasinya dinilai aman.
“Jadi mereka tersebar, tidak terkonsentrasi di satu titik,” katanya.
Kemudian warga mengungsi karena dampak gempa ini yang hampir
menyeluruh di wilayah-wilayah pemukiman mulai dari dataran rendah sampai di ketinggian,dan
dari wilayah kota sampai pelosok desa. “
“Oleh karena itu, kita harap pemerintah melakukan pendataan
secara akurat dengan jumlah yang benar-benar terkonfirmasi. Sebab jika tidak
maka konsekuensinya pasti ada warga yang tidak tersentuh sehingga hak haknya
luput dipenuhi,” ujarnya. [beritasatu]
0 Response to "3 Jenis Pengungsi Korban Gempa di Sulteng "
Post a Comment