Ketika Indonesia Menghadapi Bencana Asap

aginamo
Pembakaran hutan yang terjadi di kawasan Sumatera dan Kalimantan, menimbulkan bencana asap yang tidak hanya melanda lebih separuh wilayah Indonesia, tetapi juga dikirim ke beberapa Negara tetangga, Singapura dan Malaysia.

Sebenarnya wajar kedua Negara itu terdampak asap dari Indonesia, sebab memang batas Negara ini tidak simetris segi empat.

Tapi, terhadap bencana asap ini yang menarik bukan soal jangkauan sebaran asap itu, tetapi lebih pada sikap sejumlah rakyat Indonesia di berbagai daerah, yang saya pantau di media sosial.

Adalah penyebaran foto selfie yang dilakukan banyak netizen, dengan tulisan tuntutan kepada pemerintah pusat, biasanya tertuju kepada presiden agar segera menyelesaikan soal asap.
Benar, pemerintah pusat harus bertanggung jawab atas pembakaran, dengan alasan, pertama izin pelepasan status lahan yang dikeluarkan pemerintah. Kedua, kewajiban Negara untuk memberikan kenyamanan hidup dan melindungi rakyat dari bencana. Dan hak rakyat untuk memperoleh perlindungan dari Negara, yang dikoordinir oleh presiden.

Tapi, menarik ketika di Kota Palu – Sulawesi Tengah, sekelompok jamaah umat Islam melaksanakan shalat sunah istisqo’ atau shalat  sunah memohon Hujan kepada Allah ta’ala. Dan Alhamdulillah, entah karena kebetulan iklim telah bergerak dari musim kemarau yang begitu panjang, menuju musim penghujan, yang jelas pada malam harinya Minggu (25/10/2015) sejak lepas magrib Kota Palu dan sekitarnya langsung diguyur hujan, meski hanya dengan instensitas ringan.

Pastinya, esok harinya, langit palu yang sebelum tak Nampak biru karena tertutup asap, hingga seterusnya tak adalagi penghalang atas cerahnya sinar matahari.

Dan, sekitar Rabu (28/10/2015) netizen menyebarkan foto sekelompok umat Islam di Riau tengah melaksanakan shalat sunah Istiqo’ dibawah guyuran hujan.

Padahal, selama hampir tiga pekan, media ramai memberitakan soal pesawat pengangkut air yang akan digunakan untuk menyiram titik-titik api di Riau, Palembang dan Kalimantan.

Media juga diramaikan dengan kritikan atas perintah Joko Widodo untuk membuat kanal di lahan gambut untuk memotong penjalaran api.

Ada hal menarik dari pelaksanaan shalat istisqo’ yang dilaksanakan sejumlah umat Islam, baik di Kota Palu mau Kota Riau, yaitu tentang kekuatan doa.

Mungkin, susulan hujan dari tiap doa yang terpanjat pada shalat-shalat sunah istisqo’ itu, adalah bukan hanya sekedar respon atas kekuasaannya Allah atas makhluknya. Bahwa, jika kita ingat dan bersedia minta kepada NYA, maka DIA akan kabulkan.

Karena dalam alqur’an sendiri sudah disebutkan, bahwa segala kerusakan yang terjadi di muka bumi adalah karena akibat ulah dari manusia sendiri.

Ya…kadang kecerdasan intelektual menjadikan manusia begitu sombong, sehingga melupakan sang maha segalanya.

Kepentingan duniawi kadang menjadikan kita lupa, bahwa ada kekuatan yang mengatur semua yang ada dalam alam semesta ini.

Kecerdasan intelektual, kadang juga menghalangi akan sehat kita, bahwa, misalkan kita minta agar Jokowi memadamkan dan menghilangkan asap dari langit Indonesia adalah sangat tidak mungkin. Siapa sih Jokowi itu, dia hanyalah presiden Indonesia, cungkring, kurus kering, koq kita minta menghilangkan Asap dari langit kita.

Siapa sih Jokowi itu, kok kita minta memadamkan kebakaran hutan yang luasnya mencapai ribuan atau mungkin jutaan hektar itu.

Yang mampu hanyalah DIA… Allah ta’ala.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ketika Indonesia Menghadapi Bencana Asap"

Post a Comment