PALU - Forum Warga Korban Likuefaksi Petobo,
Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), menolak pembangunan proyek air bersih yang
sedang dikerjakan oleh pemerintah di lokasi itu dengan metode sumur bor.
Alasannya karena pembangunan itu tidak disertai dengan kajian ilmiah yang memadai.
Ketua Forum Warga Korban Likuefaksi Petobo, Yahdi Basma
mengatakan, pemerintah harus dapat menyampaikan terlebih dahulu rekomendasi
ilmiah dari otoritas Geologi bahwa dengan sumur suntik atau sumur bor, tidak
berdampak bagi kerentanan gempa di masa depan.
Hal itu dikatakan Yahdi Basma, korban gempa yang juga
anggota DPRD Sulteng dari Fraksi Partai Nasdem, saat ikut bersama warga
melakukan aksi unjuk rasa di daerah pengungsian Petobo, Minggu (11/11/2018).
Dalam aksinya, para korban gempa tersebut membentangkan
spanduk bertuliskan “Pak Wapres, Kami Butuh Air, Air, Air.”
Spanduk itu sengaja dibentangkan di jalur di mana Wakil Presiden Jusuf Kalla hendak melewati lokasi itu, Minggu siang, untuk mengunjungi para korban di titik pengungsian Petobo.
Namun, aksi para korban itu terhalang oleh sikap pasukan
pengawal presiden (Paspampres) dan juga aparat Satuan Polisi Pamong Praja
(Satpol PP).
Menurut Yahdi, para petugas tersebut meminta mereka menutup
spanduk tersebut dengan alasan aksi tersebut tidak sesuai standar operasional
prosedur (SOP) kunjungan kerja Wapres.
Yahdi pun menyesalkan larangan tersebut dan meminta pimpinan
Paspamres dan Kepala Badan Satpol PP pada Pemerintah Palu, untuk memberi
penjelasan mengenai SOP yang dimaksud.
“Seharusnya telisik pada isi spanduk, bukan bendanya. Isi
spanduk yang dibentangkan warga hanya soal satu aspirasi pokok yang terkait
hajat hidup orang banyak,” kata Yahdi didampingi Sekretaris Forum Warga Korban
Likuifaksi Petobo, Moh Rino.
Menurut Yahdi, pasokan air bersih dari mobil-mobil tangki ke
tandon warga, yang berlangsung selama ini, menyisakan berbagai masalah baru,
selain penyakit dan problem sosial bawaan.
Problem sosial bawaan dimaksud adalah karena tempat-tempat
pengungsi tidak semua miliki tandon. “Kecemburuan antarwarga jadi masalah
baru,” kata Yahdi.
Dijelaskan, mobil tangki yang aktif menyuplai air bersih
selama ini dari Palang Merah Indonesia (PMI) sebanyak 14 tangki setiap hari,
serta dari mobil tangki pemadam kebakaran dan sejumlah relawan.
Menurut Yahdi, saat masa tanggap darurat, suplai air bersih
cukup memadai, karena jumlah pengungsi masih di bawah 1.500 jiwa.
baca juga:
Tapi sejak masa tanggap darurat dicabut pada 16 Oktober,
lokasi pengungsian di Petobo Atas khususnya, terus didatangi para pengungsi
tidak hanya dari Kota Palu tapi juga dari Kabupaten Sigi yang terdampak gempa.
” Kami mendesak pemerintah melaksanakan kewajibannya
memenuhi kebutuhan pokok warga akan pemenuhan air bersih,” tegas Yahdi yang
rumahnya hancur dihantam gempa di Petobo.
Dalam aksi itu, warga tidak bisa bertemu Jusuf Kalla karena
disepanjang jalan itu dibarikade oleh puluhan petugas intel dan Satuan Polisi
Pamong Praja. [beritasatu]
0 Response to "Pengungsi Korban Gempa di Petobo Tolak Sumur Bor Tanpa Kajian Ilmiah"
Post a Comment